Ketua Lembaga Penjaminan Mutu IAKN Toraja

Sambutan Ketua LPM IAKN Toraja

Pdt. Andarias Tandi Sitammu, M.Th

Perubahan dunia terjadi begitu cepat, dan saat ini perubahan tersebut sudah menghadirkan era industri 4.0 atau yang biasa disebut dengan revolusi industri dunia keempat yang menempatkan teknologi informasi menjadi arus utama realisasi berkehidupan, teknologi informasi menjadi basis dalam kehidupan manusia. Dengan hadirnya era industri 4.0, maka tantangan global sudah begitu menyatu dengan realitas lokal, yang diistilahkan dengan “kampung global”. Hal ini menegaskan bahwa segala hal menjadi begitu tanpa batas (borderless) atau yang dipahami “keterhubungan berskala global’ (global interconnectedness). Kondisinya adalah, terdapat arus kultur global yang bergerak begitu cepat, yang dikendalikan oleh iklim persaingan yang begitu tinggi; sebuah kultur dengan kekuatan dasar IPTEKS dengan berbagai penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), yang dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin (kecerdasan buatan), hal ini menempatkan bahwa setiap orang harus terlibat dan tidak bisa terlepas dari dominasi budaya global tersebut, bukan soal penaklukan tetapi bagaimana perjumpaan global-lokal tersebut menjadi wacana di mana masing-masing bertindak sebagai subjek yang memiliki daya saing yang tinggi, sehingga dalam globalizing world tersebut tidak menjadi bagian yang terdisrupsi sebaliknya justru menjadi sangat adaptable dan kompetitif baik itu menyangkut berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi.

Di era industri 4.0, Pendidikan Tinggi dituntut bukan saja memiliki kepekaan yang tinggi terhadap arus perubahan yang ada namun juga mengerjakan adaptasi yang tinggi terhadap dinamika perubahan yang identik dengan menjawab berbagai tantangan yang menjadi bagian integral di dalamnya. Tantangan revolusi industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan yang turut bersamasama memajukan layanan pendidikan tinggi agar mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global. Tantangan era industri 4.0 diidentifikasi sangat mendasar pada; 1) peningkatan keamanan teknologi informasi; 2) peningkatan keandalan dan stabilitas mesin produksi; 3) peningkatan keterampilan; 4) keengganan para pemangku kepentingan untuk berubah; dan 5) hilangnya banyak pekerjaan karena adanya otomatisasi (Sung, 2017, dalam Yahya, 2018). Menristekdikti menegaskan pada Rakernas 2018 yang mengangkat tema “Ristek Dikti di Era Revolusi Industri 4.0” bahwa kebijakan strategis perlu dirumuskan dengan segera dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, riset dan pengembangan (risbang) hingga inovasi. Ditegaskan bahwa lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan siap dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0 adalah:

  1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
  2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem
  3. perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
  4. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
  5. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
  6. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.

Berdasarkan RPJMN tahap ke 4, 2020-2024, terkait dengan pengembangan pendidikan tinggi telah ditetapkan visi lima tahunan yakni Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetititf di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing. Arah pembangunan Sumber Daya Manusia difokuskan pada upaya Meningkatkan dan memeratakan akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatkan kemampuan Iptek, menciptakan SDM berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral berdasarkan falsafah Pancasila. Arah pendidikan dalam penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi terkait dengan pendidikan dan pengajaran harus memiliki capaian yang jelas dan memberi penekanan menyeluruh pada layanan pendidikan tinggi terbaik dan bermutu, yakni memiliki kualitas dengan terwujudnya standar IPTEKS yang tinggi dan IMTAQ (Iman dan Taqwa) yang sempurna. Setiap lembaga pendidikan tinggi dituntut mengerjakan tanggung jawabnya dalam memenuhi ekspektasi masyarakat yang begitu tinggi terhadap kualitas pendidikan bahwa perguruan tinggi harus terus berbenah dan berkembang dari keberadaannya sebagai Agent Of Education bertransformasi menjadi Agent Of Research And Development dan berkelanjutan pada kehadirannya sebagai Agent Of Culture And Technology Transfer serta membangun kemandirian pada keyakinan diri sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berkarakter Agent

Of Economic Development. Dengan demikian arah pengembangan Pendidikan Tinggi akan senantiasa bersinergi dengan sistematis dan masifnya layanan penjaminan mutu yang didasarkan pada penciptaan budaya mutu berkelanjutan dan komitmen terhadap perubahan perubahan yang mendasarinya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bersinergi dengan sumber-sumber daya lainnya.

Merujuk pada Per-BAN-PT No. 2 Tahun 2017, tentang Sistem Akreditasi Nasional Dikti dan Per-BAN-PT No. 59 Tahun 2018, Panduan Penyusunan Laporan Evaluasi Diri, dan Penyusunan Laporan Kinerja Perguruan Tinggi, dan Matriks Penilaian dalam Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi dan sesuai dengan Permenristekdikti No 32/2016, BAN-PT mengembangkan instrumen akreditasi yang relevan dengan pengembangan sektor pendidikan tinggi di Indonesia dan mengikuti perkembangan global. BAN-PT mengembangkan Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) versi 2018, yang secara singkat ditulis IAPS 4.0 Perubahan signifikan pada IAPS 4.0. IAPS 4.0 menggunakan 9 Kriteria yang secara keseluruhan mengukur tingkat ketercapaian dan/atau pelampauan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan standar yang ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. IAPS 4.0 berorientasi pada output dan outcome. Pengukuran mutu lebih dititikberatkan pada aspek proses, output dan outcome. Dengan demikian Penjaminan Mutu harus terus berproses dalam prinsip berkesinambungan atau berkelanjutan. Hal mendasar dari prinsip berkelanjutan dalam penerapan penjaminan mutu pendidikan adalah dibangunnya Sistem Penjamian Mutu Internal (SPMI). Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti), sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Tinggi. SPMI merupakan kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan (Pasal 1 ayat 3 Permenristekdikti No. 62 Tahun 20161). SPMI dilakukan melalui mekanisme siklus proses yang meliputi (Pasal 5 ayat 1 Permenristekdikti No. 62 Tahun 20161): Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan (PPEPP). Monitoring dan evaluasi internal (Monev-In) merupakan salah satu kegiatan proses evaluasi dalam SPMI sebagai upaya memperoleh data melalui serangkaian kegiatan pengukuran, analisis, dan pengambilan keputusan (Pasal 5 ayat 2 Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016). Dengan demikian Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPMDikti) adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Mekanisme Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi terkait dengan Pasal 4 Permenristekdikti No.62 Tahun 2016 Tentang SPM Dikti: (1) Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan pengembangan SPMI dan SPME didasarkan pada Standar Pendidikan Tinggi. 2. Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas: a. Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan b. Standar Pendidikan Tinggi yang Ditetapkan oleh Perguruan Tinggi. 3. Standar Nasional Pendidikan Tinggi disusun dan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri. 4. Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi disusun dan dikembangkan oleh perguruan tinggi dan ditetapkan dalam peraturan pemimpin perguruan tinggi bagi PTN, atau peraturan badan hukum penyelenggara bagi PTS, setelah disetujui senat pada tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan diagram di bawah ini memperlihatkan bahwa penjaminan mutu pendidikan menegaskan pada prinsip menyeluruh dan berkelanjutan yang berorientasi pada

outcome based yang pengukuran mutu lebih dititikberatkan pada aspek proses, output dan outcome.

MUTU KEPEMIMPINAN DAN KINERJA TATA KELOLA: meliputi integritas visi dan misi, kepemimpinan(leadership), sistem manajemen sumberdaya, kemitraan strategis (strategicpartnership), dan SPMI;

MUTU DAN PRODUKTIVITAS LUARAN (OUTPUT), CAPAIAN (OUTCOME) DAN DAMPAK (IMPACTS): berupa kualitas lulusan, produk ilmiah dan inovasi, serta kemanfaatan bagi masyarakat;

MUTU PROSES: mencakup proses pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan suasana akademik;

KINERJA MUTU INPUT: meliputi sumber daya manusia (dosen dan tenaga kependidikan), mahasiwa, kurikulum, sarana prasarana, keuangan (pembiayaan dan pendanaan).

Berdasarkan Sasaran Strategis Dan Program Prioritas Perguruan Tinggi menuju RPJMN 2020-2024, Peningkatan Mutu pendidikan menjadi prioritas pertama yang diikuti dengan peningkatan relevansi, peningkatan akses, peningkatan daya saing dan peningkatan tata kelola.

Terkait dengan peningkatan mutu pendidikan tinggi, maka perguruan tinggi dipertangungjawabkan upaya upaya terkait seperti Peningkatan kualifikasi dan kompetensi tenaga akademik (dosen/ laboran/ pustakawan), peningkatan Akreditasi prodi dan institusi (validitas, realibilitas) baik dalam skala nasional dan internasioal menuju World Class University (WCU), Peningkatan kualitas penelitian dan publikasi melalui kerja sama kelembagaan antar-PT LN dan PT DN, Kualitas pembelajaran (pendekatan dan model) dan lulusan (kebekerjaan) dan Peningkatan kualitas PPG dan penguatan LPTK

Dalam hal peningkatan relevansi Pendidikan tinggi, Perguruan Tinggi memaksimalkan perhatian pada program peningkatan relevansi dalam pendidikan seperti mengupayakan mendapat penghargaan internasional, Peningkatan kualitas dan revitalisasi PT vokasi, Pengembangan program studi inovatif yang adaptif terhadap perubahan dan kemajuan teknologi digital, Kerjasama yang terstruktur perguruan tinggi–industry, Kemitraan pemerintah–swasta–daerah (pemda), Pemanfaatan hasil studi pelacakan lulusan, Penguatan keterampilan generic, Keterserapan lulusan di pasar kerja dan lulusan yang membangun lapangan kerja.

Terkait dengan peningkatan akses Pendidikan Tinggi, maka peningkatan akses pendidikan tinggi dikerjakan dalam hal Pemerataan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas, Disparitas akses ke layanan pendidikan, menurut wilayah & status sosial ekonomi, Penyediaan sistem pembelajaran digital (konten dan media pembelajaran), dan Perkuliahan berbasis distancelearning(legalitas dan qualitycontrol)

Peningkatan daya saing pendidikan tinggi dikerjakan dengan program peningkatan dan pengembangan PT sebagai produsen Iptek dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas, Pengembangan bidang ilmu unggulan dan fokus penelitian dan hilirisasidi setiap PT, Pengembangan PTN-BH sebagai Pusat Unggulan (centerofexcellence), Perguruan Tinggi, pengembangan wilayah, dan pembangunan ekonomi regional dan Peluang dan tantangan universitas Asing di Indonesia

Perbaikan tata kelola pendidikan tinggi, dikerjakan dengan upaya upaya yakni meningkatkan Manajemen PT (otonomi PTN-BH, BLU, Satker) perencanaan dan prioritisasi penganggaran, peran auditor dan pemanfaatan hasil audit, perbaikan Kualitas pembelanjaan, perbaikan pada Perencanaan pengembangan prodi strategis dan relevan sesuai kebutuhan Indonesia, dan Transformasi kelembagaan PT : Teaching University menjadi Research University, dan menjadi Entrepreneurial University.

Kualitas

  • Peningkatan kualifikasi dan kompetensi tenaga akademik (dosen/ laboran/ pustakawan)
  • Akreditasi prodidan institusi (validitas, realibilitas)
  • Peningkatan kualitas penelitian dan publikasi melalui kerja sama kelembagaan antar-PT LN dan PT DN
  • Kualitas pembelajaran (pendekatan dan model) dan lulusan (kebekerjaan)
  • Peningkatan kualitas PPG dan penguatan LPTK

Relevansi

  • Peningkatankualitasdan revitalisasiPT vokasi
  • Pengembanganprogram studiinovatifyang adaptifterhadapperubahandan kemajuanteknologidigital
  • Kerjasamayang terstrukturperguruantinggi–industri
  • Kemitraanpemerintah–swasta–daerah(pemda)
  • Pemanfaatanhasilstudipelacakanlulusan
  • Penguatanketerampilangenerik
  • Keterserapanlulusandi pasar kerjadan lulusanyang membangunlapangankerja

Akses

  • Pemerataan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas
  • Disparitas akses ke layanan pendidikan, menurut wilayah &status sosial ekonomi
  • Penyediaan sistem pembelajaran digital (konten dan media pembelajaran)
  • Perkuliahan berbasis distance learning (legalitas dan qualitycontrol)

Daya saing

  • Pengembangan PT sebagai produsen Iptek dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas
  • Pengembangan bidang ilmu unggulan dan fokus penelitian dan hilirisasidi setiap PT
  • Pengembangan PTN-BH sebagai Pusat Unggulan (centerofexcellence)
  • Perguruan Tinggi, pengembangan wilayah, dan pembangunan ekonomi regional
  • Peluang dan tantangan universitas Asing di Indonesia

Tata Kelola

  • ManajemenPT (otonomiPTN-BH, BLU, Satker) perencanaandan prioritisasipenganggaran, peranauditor dan pemanfaatanhasilaudit
  • Kualitaspembelanjaan
  • Perencanaan pengembangan prodi strategis dan relevan sesuai kebutuhan Indonesia,
  • TransformasikelembagaanPT : Teaching University, Research University, Entrepreneurial University

Inti Grand Design Pengembagan Pendidikan Tinggi 2015 – 2025, juga terkait dengan RPJMN 2020-2024 bahwa:

1. Innovation Untuk dapat mencapai target-target tridharma pendidikan tinggi yang sangat menantang diperlukan inovasi/terobosan di semua aspek pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

2. World Class Sampai tahun 2025 paling sedikit ada 7 perguruan tinggi Indonesia yang masuk 500 perguruan tinggi terbaik dunia.

3. Affirmation/Closing The Gap Indonesia mempunyai sekitar 4300 perguruan tinggi negeri dan swasta. Perbedaan mutu antara perguruan tinggi terbaik dan terjelek sangat lebar. Perbedaan juga terjadi antar wilayah, antara perguruan tinggi di Jawa dan di luar Jawa. Harus ada kebijakan afirmasi untuk mengurangi perbedaan mutu antara perguruan tinggi di Jawa dan di luar jawa.

4. Deregulation Untuk bisa melaksanakan inovasi, mengimplementasikan program-program untuk mencapai world class dan melaksankan program afirmasi perlu dilakukan deregulasi terhadap aturan-aturan tergait pendidikan tinggi yang menjerat. Oleh karenanya untuk menjawab tantangan tersebut, khususnya perguruan tinggi, harus pula berubah. Semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi harus mau berubah. Dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa harus berubah. Semua pihak harus berupaya meningkatkan kompetensi diri, terus belajar, dan menyesuaikan dengan kebutuhan era ini. Pimpinan perguruan tinggi berkewajiban memberikan fasilitas yang dibutuhan untuk keperluan peningkatan kompetensi ini. Fasilitas fisik berupa peralatan canggih di laboratorium dan workshop harus diadakan, sementara fasilitas non fisik berupa pelatihan dan sertifikasi diupayakan bisa diselenggarakan baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan pihak lain.

Pimpinan perguruan tinggi harus pula memberikan jaminan bahwa lulusannya dapat terserap pasar kerja dengan waktu tunggu yang singkat. Survey kebutuhan pasar harus secara rutin dilakukan sehingga bisa digunakan sebagai data awal dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pasar tersebut. Para dosen juga dituntut untuk terus mengikuti perkembangan teknologi dan pasar kerja sehingga materi pengajaran maupun metode pengajarannya selalu menyesuaikan dengan kebutuhan pasar tersebut. Dunia akademik dalam lingkup pendidikan tinggi harus menjadi oase bagi penciptaan respon yang sama terhadap era Industri 4.0 dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0 yang menghadirkan penuntasan bagi pembangunan Zona Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) serta pencapaian Target Reformasi Birokrasi.

Mari Membangun Indonesia dengan membangun layanan Pedidikan Tinggi yang berkualitas, berintegritas, bermartabat dan berdaya saing global dengan menempatkan prinsip perbaikan berkelanjutan dan kesiapan serta kesigapan mengadaptasi perubahan demi perubahan yang ada.

Realisasi Pertanggungjawaban Mutu Pendidikan Tinggi berbasis Outcome melalui Siklus Kegiatan SPMI

Penjaminan Mutu adalah proses yang dikerjakan dalam prinsip berkesinambungan, atau berkelanjutan. Hal mendasar dari prinsip berkelanjutan dalam penerapan penjaminan mutu pendidikan adalah dibangunnya Sistem Penjamian Mutu Internal (SPMI). Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan salah satu bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti), sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Tinggi. SPMI merupakan kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan (Pasal 1 ayat 3 Permenristekdikti No. 62 Tahun 20161). SPMI dilakukan melalui mekanisme siklus proses yang meliputi (Pasal 5 ayat 1 Permenristekdikti No. 62 Tahun 20161): Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan (PPEPP). Monitoring dan evaluasi internal (Monev-In) merupakan salah satu kegiatan proses evaluasi dalam SPMI sebagai upaya memperoleh data melalui serangkaian kegiatan pengukuran, analisis, dan pengambilan keputusan (Pasal 5 ayat 2 Permenristekdikti No.

62 Tahun 2016). Dengan demikian Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPMDikti) adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Mekanisme Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi terkait dengan Pasal 4 Permenristekdikti No.62 Tahun 2016 Tentang SPM Dikti: (1) Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan pengembangan SPMI dan SPME didasarkan pada Standar Pendidikan Tinggi. 2. Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas: a. Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan b. Standar Pendidikan Tinggi yang Ditetapkan oleh Perguruan Tinggi. 3. Standar Nasional Pendidikan Tinggi disusun dan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri. 4. Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi disusun dan dikembangkan oleh perguruan tinggi dan ditetapkan dalam peraturan pemimpin perguruan tinggi bagi PTN, atau peraturan badan hukum penyelenggara bagi PTS, setelah disetujui senat pada tingkat perguruan tinggi.

Sehubungan dengan pelaksanaan SPMI, maka kegiatan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) menjadi bagian integral dan mendasar dalam keutuhan pelaksanaan SPMI tersebut, juga menjadi dasar/alat ukur bagi realisasi SPME (Sistem Penjaminan Mutu Eksternal) yang dikerjakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Melalui kegiatan MONEV maka penyelenggaraan tridharma Perguruan Tinggi dapat dipantau pencapaiannya secara menyeluruh menyangkut penyelenggaraan kegiatan Akademik dan non akademik. Hasil Monev menjadi bahan bagi pimpinan baik dalam lingkup keutuhan kelembagaan dalam melakukan tahapan proses SPMI selanjutnya, yaitu: Pengendalian dan Peningkatan Siklus tersebut sifatnya berkelanjutan dari perencanaan, penetapan, evaluasi, pengendalian dan peningkatan, sehingga setiap hal yang menjadi bagian dari peningkatan ditindaklanjuti kembali dalam keutuhan siklus SPMI tersebut. Dengan demikian penjaminan mutu sepenuhnya menjamin mutu keberlanjutan dalam prinsip membudayakan mutu, dan mentradisikan mutu.

Proses penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi merupakan kegiatan mandiri dari perguruan tinggi yang bersangkutan, sehingga proses tersebut dirancang, dijalankan, dan dikendalikan sendiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan tanpa campur tangan dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Mengenai posisi dan arti penting penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi, dapat dikemukakan bahwa di masa mendatang eksistensi suatu perguruan tinggi tidak semata-mata tergantung pada pemerintah, melainkan terutama tergantung pada penilaian stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan) tentang mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya.

Agar eksistensinya terjamin, maka perguruan tinggi mau tidak mau harus menjalankan penjaminan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya. Perlu dikemukakan bahwa karena penilaian stakeholders senantiasa berkembang, maka penjaminan mutu juga harus selalu disesuaikan pada perkembangan itu secara berkelanjutan (continuous improvement).

Secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Dengan demikian penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Pendidikan tinggi di perguruan tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila:

Perguruan tinggi tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif). Perguruan tinggi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif) berupa: Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs), Kebutuhan dunia kerja (industrial needs), Kebutuhan professional (professional needs).

Dengan demikian perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan, dan mengendalikan suatu proses yang menjamin pencapaian mutu sebagaimana diuraikan di atas.

Secara spesifik, tujuan penjaminan mutu adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu perguruan tinggi secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya, serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.

Pencapaian tujuan penjaminan mutu melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal oleh perguruan tinggi, akan dikontrol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang dijalankan oleh BAN-PT atau lembaga lain secara eksternal. Dengan demikian, obyektivitas penilaian terhadap pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan di suatu perguruan tinggi dapat diwujudkan.